Saturday, July 31, 2010

Nahnu Du’at Qobla Kulli Syai’

Slogan ini sudah tak asing lagi di telinga kita. Sebuah kalimat penuh makna, yang mencerminkan totalitas, kebanggaan, komitmen, semangat, dan militansi para da’i dalam mengemban wadzifah dakwah.

Slogan ini bukan basa-basi, bukan gagah-gagahan. Ia adalah pengingat bagi para aktivis dakwah, bahwa sebagai apa dan menjadi apa pun mereka saat ini—pedagang atau businessman; pejabat atau politisi; pegawai negeri atau professional; buruh atau karyawan; mahasiswa atau pelajar—misi dakwah tidak boleh dilupakan.

Nahnu du’at qabla kulli syai’, kami da’i sebelum sebagai yang lainnya. Oleh karena itu, dakwah hendaknya selalu mengalir bersama aliran darah dan tarikan nafasnya. Selalu mengharu biru seluruh relung-relung jiwanya. Menjadi bagian penting dalam gerak langkah hidupnya.

Sekurang-kurangnya ada empat konsentrasi aktivitas yang tidak boleh lepas dalam keseharian seorang da’i. Jadi apapun ia.

Pertama, nasyrul hidayah, menyebarluaskan hidayah Allah SWT. Apakah secara qoulan (lisan), amalan (amal), atau qudwatan (keteladanan).

Kedua, nasyrul fikrah, menyebarluaskan idealisme agar masyarakat memiliki semangat perjuangan dan dukungan kepada kehidupan yang lebih islami.

Ketiga, menggiatkan aktivitas amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar. Aktivitas ini tidak selalu harus berbentuk ‘kerjakan ini’, ‘kerjakan itu’, ‘jangan ini’, atau ‘jangan itu’. Tapi termasuk pula bentuknya adalah berupaya melakukan konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di tengah-tengah masyarakat agar memberikan kemaslahatan bagi umat, bangsa, negara, kemanusiaan, dakwah, dlsb serta melakukan langkah-langkah minimalisasi atau mempersempit ruang gerak kemungkaran.

Keempat, memelihara identitas masyarakat Islam. Simbol-simbol keislaman harus dimunculkan, apakah yang bersifat fisik (bangunan masjid, mushola, madrasah, dll) atau aktivitas (pendidikan Islam, majelis ta’lim, film islami, dll). Idealnya symbol-simbol yang yang dimunculkan itu selaras pula dengan ‘urfil mujtama (tradisi masyarakat) yang tidak bertentangan dengan syariah Islam, agar masyarakat dapat terkondisikan dan menerima Islam dengan senang hati.

Simbol mungkin bukan perkara yang harus dinomor satukan. Tapi ia penting untuk memelihara substansi, terlebih lagi jika symbol tersebut merupakan tuntutan syar’i.

Bergeraklah terus wahai para da’i! Janganlah kau lupakan jati dirimu.Mengalirlah bagaikan air, mengisi seluruh episode kehidupan.

Mewarnai bukan terwarnai.

intima