Monday, May 24, 2010

Pedoman untuk menentukan pilihan harakah Islam adalah dari banyak sisi.

Pedoman untuk menentukan pilihan harakah Islam adalah dari banyak sisi.

Pertama : Ghayah

Ghayah adalah tujuan, baik tujuan utama maupun tujuan antara. Ghayah
sebuah harakah harus terbutki semata hanya untuk Allah Subhanahu Wata`ala
semata. Bukan untuk kepentingan terbatas atau tujuan duniawi semata.
Tetapi untuk mendapatkan ridha Allah SWT dengan menegakkan syariat-Nya.

Kedua : Fikrah Wa Syariah

Konsep pemikirannya yang harus selaras dengan realitas dan idealisme Islam
itu sendiri. Harakah Islam yang menjadi pilihan tidak mungkin mengambil
sistem pemikiran kapitalis, sosialis atau pun sekuleris dalam fikrahnya.
Juga tidak mudah terkecoh dengan pemikiran oreintalis yang suka meracuni
fikrah. Sebaliknya harakah itu haruslah komitmen untuk menerapkan syariat
Islam pada setiap individu dan anggotanya, sebab tujuan akhirnya adalah
penegakan syariah Allah Subhanahu Wata`ala di muka bumi.

Ketiga : Manhaj

Manhaj adalah sistem dasar pergerakan yang harus mengacu kepada sistem
dasar pergerakan dengan pola gerakan dakwah Rasulullah SAW. Pola ini
dipahami secara cerdas dan manhaji sesuai dengan kaidah-kaidah yang lurus
yang terjabarkan dalam fiqhus sirah dan fiqhul harakah.

Keempat : Akhlaq

Yaitu masalah akhlaq dan adab berharakah. Sebuah pergerakan harus punya
akhlaq mulia, mampu membina dengan budi yang luhur dan pendekatan yang
penuh hikmah dan mau`izhah hasanah. Pandai menempatkan diri di tengah
komunitas muslim yang beragama sehingga bisa dengan mudah diterima
kehadirannya oleh semua pihak. Tidak mudah melemparkan tuduhan kepada
sesama muslim, apalagi fitnah keji tanpa konfirmasi. Sebab tanpa akhlaq,
harakah menjadi eksklusif dan cenderung ditakuti dan dijauhi umat.

Kelima : Syumuliyah

Maksunya adalah luasnya ruang lingkup dan cakupan kerja harakah itu yang
tidak bersifat parsial mementingkan satu sisi dengan meninggalkan sisi
lainnya. Sebab Islam itu selain agama juga negara. Maka membuat harakah
yang sepotong-sepotong perhatiannya pada suatu masalah hanya akan membuat
orang memahami Islam menjadi sepotong-sepotong juga.

Keenam : Syuro

Harakah itu harus dipimpin, dimanage dan diarahkan oleh sebuah sistem
syuro yang efektif, aspiratif, komunikatif dan elastis. Isinya haruslah
terdiri dari orang-orang yang ahli dibidangnya serta mampu berpikir yang
menyeluruh namun up to date, sehingga bisa mengantisipasi perubahan zaman
yang seringkali bergerak lebih cepat dengan kebijakan yang tepat dan bisa
dipertanggung- jawabkan.

Ketujuh : Quwwatun Nasyr wal Bina` wa Tanmiyatil Kafa`ah

Yaitu kemampuan untuk menyebarkan fikrahnya kepada khalayak luas dan
diikuti dengan pembinaannya sampai memilik jumlah kader yang besar dan
berkualitas. Juga diikuti dengan pengembangan sumber daya manusianya. Tiga
langkah ini tidak mungkin ditinggalkan, sebab satu dengan lainnya akan
terkait dengan erat. Harakah yang tidak bisa menyebarkan fikrahnya
pastilah tidak akan berkembang. Sebaliknya, punya banyak pengikut tapi
tidak mampu membina, hanya akan melahirkan kumpulan massa yang cair. Dan
bila tidak mampu mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki, harakah
ini akan dipenuhi dengan orang-orang yang kurang produktif sehingga malah
akan membebani harakah itu sendiri. Maka pengembangan potensi SDM menjadi
sesuatu yang mutlak buat sebuah harakan yang besar agar terjadi
diverensiasi kerja dan akfititas.

Kedelapan : At-Tanzhim Al-Matien

Yaitu struktur internal yang solid. Sebab harakah yang punya pengikut
banyak tapi tidak tertata rapi bisa dengan mudah diruntuhkan atau disusupi
oleh lawan. Angka pendukung yang banyak tidak akan membuat lawan menjadi
takut, sebaliknya malah akan menjadi bulan-bulanan bahkan akan
dimanfaatkan untuk kepentingan lawan. Sebaliknya, bila semua pendukung itu
terbina dengan baik dan terstruktur dengan rapi, akan menjadi sebuah
kekuatan yang efektif dan tentu saja amat ditakuti lawan.

Kesembilan : At-Tadarruj fil Khutuwath

Yaitu kemampuan membuat fase-fase langkah dan kebijakan yang tepat sesuai
dengan waktu dan kondisi realitas lapangan. Tentu saja dengan membuat
skala prioritas berdasarkan kajian yang ilmiyah serta pandangan yang
mendalam dari para pengamat dan ahli di bidangnya. Langkah yang melompat
terlalu jauh dengan memaksakan kemampuan tidak akan menghasilkan sesuatu
yang permanen. Dan langkah yang tidak teratur justru akan membuat
kebijakan harakah menjadi semerawut serta membingungkan pengikutnya.

Kesepuluh : Intima`

Yaitu komitmen harakah itu yang harus terbukti selalu setia mengacu kepada
kepentingan Islam. Sebab harakah yang terbukti tidak punya komitmen pada
garis perjuangannya, akan ditinggalkan oleh umat.

2. Untuk mendapatkan pelajaran tentang ilmu-ilmu ke-Islaman, sebenarnya
anda perlu belajar secara khusus pada lembaga yang formal mengajarkan
beragam ilmu itu. Misalnya pada sebuah Universitas Islam di Timur Tengah
seperti Al-Ahzar Mesir, Madinah, Mekkah, Jordan, Syria, Sudan, Kuwait dan
sebagainya. Tentu saja anda disyaratkan bisa berbahasa arab dengan fasih
serta punya latar belakang pendidikan agama yang mencukupi sebagai bekal.
Sehingga anda bisa memliki frmat ilmu keislaman yang lurus dan kemudian
mampu menelaah langsung dari kitab-kitab rujukan berbahasa Arab untuk
pengembangan ilmu itu.

Itu tempat ideal, di bawah itu anda bisa belajar pada ma?had-ma`had Islami
yang juga mulai banyak tersebar di negeri kita. Tentu kualitasnya sedikit
di bawah universitas kaliber international itu. Tapi porsinya jauh lebih
banyak dari sekedar ikut pengajian seminggu sekali, apalagi kalau ustaznya
memang tidak punya latar belakang ilmu syariah, maka kecil kemungkinannya
anda akan diajari ilmu syariah. Sebab orang tidak punya sesuatu pastilah
tidak bisa memberikan sesuatu.

Sementara dengan ikut sebuah pergerakan, terus terang tidak akan menjamin
seseorang akan diajari beragam jenis ilmu-ilmu syariah, sebab sebuah
harakah punya agenda yang banyak, tidak semata-mata terfokus pada
ilmu-ilmu syariah saja. Apalagi di musim perpolitikan seperti ini, maka
wajarlah bila ?menu? nya lebih banyak bicara politik. Ikut sebuah harakah
sebenarnya lebih kental sebagai sarana untuk pembinaan diri, beramal dan
beraktifitas dakwah, sedangkan belajar ilmu syariah lebih jauh harus
kepada institusi yang memang secara khusus didirikan untuk mengajarkan
ilmu syariah.

Di dalam harakah seseorang memang diarahkan untuk beraqidah yang benar,
beribadah yang shahih, punya fikrah yang lurus, berakhlaq yang mulia serta
beramal yang berkesinambungan. Artinya secara umum memang prinsip dasar
Islam sudah tersampaikan dan teraplikasikan, namun untuk mendalami
ilmu-ilmu keislaman lebih lanjut, anda perlu belajar kepada ahlinya yang
secara khusus menguasainya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

''Tidak semua yang kita anggap baik bagus untuk kita
tetapi yang kita anggap jelek malah bagus untuk kita''

Sunday, May 9, 2010

Kelakuan Kader Dakwah

Aku bertanya kepada diriku: Apa itu kader Dakwah?????????????
semulia apakah mahluk itu??????????? tanyaku lagi,
apakah orang yang sudah jauh malang melintang di dunia persilatan???? jawabku,
atau orang yang secara jenjang sudah tinggi maka dia itu yang disebut kader dakwah yang mumpuni??????????
lantas jika telah mumpuni, berarti boleh dong berleha2 tidak usah turun ke bawah lagi????
lantas boleh cuma memerintah yang juniornya!!!!!!!!!!,
lantas boleh mengelak dari semua amanat yang diberikan dengan sejumlah alasan seperti mengatakan, biarkan orang muda yang mengerjakan ,kami ini sudah banyak melakukan hal hal yang demikian??????

jika memang seperti itu.....dengan malu aku kembali bertanya......... dimanakah posisi aku????????,

rasanya ingin meledak kepalaku mereview semua ini, penat n ada juga rasa frustasiku akan semua ini,

sebagai seorang yang mendoktrin diri dengan doktrin "nahnu Du'at Qobla kulla Syai'in... meleleh air mataku ini, terlalu banyak intrik yang kualami dan kubuat... mungkinkah aku ini masih termasuk katagori kader dakwah...

kadang aku berpikir untuk lari dari semua ini, meninggalkan gelanggang ini, mencoba menata hati, tak sanggup rasanya mengikuti perputaran ini yang mengharuskan kita melakukan percepatan yang belum tentu aku bisa tau arah dan tujuannya, sekelebat asaku muncul.... mungkin gak ya ini juga bisa dikatagorikan kerja dakwah,????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

berpuluh puluh hujaman yang kuterima atau yang kuberikan ada mereka, mencakar, menendang, memukul dang merenggut semua yang ada didepan dengan dalih" INI UNTUK KEPENTINGAN DAKWAH"........, sementara sebagian lagi asyik duduk memberikan instruksi dengan bungkus retorika dan jargon kosong belaka............. anak muda kamu harus ada didepan,,,,,,,,,, anaka muda pecahkan semua yang menghalangimu, yakinlah jalanmu adalah suatu kebenaran yang hakiki, tapi mereka sendiri berkata, kami yang sudah tua ini biarlah mengawal kalian yang masih muda, dulu kami juga melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan, seolah2 iya mau berkata "telah banyak jasa dan pahala yang kami lakukan untuk dakwah ini, skrg kami telah udzur secara hirarki, kami berikan jalan ini untuk kalian yang masih muda..........

mungkin mereka lupa, bahwa Dakwah tidak mengenal udzur. Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum yang secara kondisi fisik buta. Tapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi, memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum, bukankah Rasulullah saw telah memberi udzur kepadamu? Ia menjawab, “Ya betul, memang dalam Al Quran telah diberikan udzur kepada orang buta. Tetapi saya menginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat menambah jumlah tentara Islam.” Alhamdulillah sekarang kita banyak. Coba kalau hanya tiga orang, tidak semangat.

Diceritakan lagi ketika tentara Holagu masuk ke kota Baghdad, terdapat seorang ulama yang juga buta. Dia menghadang tentara dengan mengayunkan pedang ke kanan dan ke kiri barangkali ada musuh yang kena. Secara logika, apa yang bisa dilakukan oleh orang yang dalam kondisi seperti itu? Barangkali kalau dia duduk di rumah dia tidak dosa dan tidak ada pertanggung jawabannya di sisi Allah. Tapi masalahnya, ia ingin berkontribusi, ingin aktif, paling tidak ingin mati syahid. Dan benar ia mati syahid.

Kisah kisah semacam ini banyak dalm kisah tabiin. Yang kita inginkan dalam tarbiyah adalah para kader dakwah seperti itu. Meskipun sudah udzur tetap saja bersemangat berjuang, berjuang, berjuang. Menurut Ahmad bin Hambal kepada muridnya, “mataa yajidul abdu tha’marrahah?” kapan seseorang bisa beristirahat?” Ia menjawab, “Indamaa yatha’u ihda qadamaihi fil jannah” ketika salah satu kakinya menginjak surga. Artinya sebelum mati, tidak ada waktu untuk senang senang istirahat. Laa rahata li du’at illa ba’dal mamaat. Itu kata Syaikh Ahmad Rasyid. Jadi barangsiapa yang mau istirahat silahkan mati. Meskipun setelah itu juga belum tentu bisa istirahat karena tidak ada amal.

Sekali lagi aku terbaring dan membisu disudut relung hatiku........apakah mungkin aku ini kader dakwah............

(Seni memandang kekurangan diri ini, tlah membuatku kaku dan hampa dalam hati)