Monday, December 21, 2009

Bersama Dakwah

Landasan Hukum Taat kepada Pemimpin/Qiyadah (مشروعية طاعة الإمام)

Pertama, QS. An-Nisaa' : 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu... (QS. An-Nisaa' : 59)

Semua mufassirin sepakat bahwa khalifah (amirul mukimin) adalah ulil amri yang harus ditaati dalam ayat di atas. Sebagian mufassirin menjelaskan bahwa selain khalifah, orang yang mengurusi urusan kaum mukimin (seperti gubernur, dan lain-lain) juga termasuk ulil amri yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Begitu pula para ulama'.
Sejak tahun 1924 umat Islam tidak lagi memiliki khalifah bersamaan dengan hilangnya kekhilafahan Islam. Para ulama' kemudian berbeda pendapat apakah pemerintah-pemerintah sekarang termasuk ulil amri atau bukan. Tetapi bagi jamaah atau harakah Islam yang berjuang menegakkan Islam, para pemimpinnya adalah termasuk ulil amri. Dengan demikian sikap yang diperintahkan kepada pemimpin harakah (qiyadah) adalah taat.

Kedua, QS. Al-Maidah : 7

وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu). (QS. Al-Maidah : 7)

Secara khusus, ayat di atas memang berbicara tentang orang-orang yang berbaiat kepada Rasulullah SAW. Namun, inilah karakter orang-orang yang beriman. Saat mereka sudah terhimpun dalam jamaah, terlebih ketika telah berjanji untuk taat dalam kehidupan berjamaah, tidak ada respon lain dari setiap keputusan dan perintah qiyadah kecuali "sami'na wa atha'na"; kami mendengar dan kami taat.

Batasan Taat (حدودها)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلً

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisaa' : 59)

Para ulama' banyak mengambil dari teks ayat ini untuk menjelaskan karakteristik ketaatan kepada Allah, Rasul dan ulil amri. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan ketaatan mutlak yang tidak bisa ditawar. Karenanya pada kata sebelum Allah dan Ar-Rasul langsung didahului dengan kata "Athii'uu". Sementara ketaatan kepada ulil amri hanya didahului dengan "wa". "Athii'uu"-nya mengikuti kata sebelumnya.

Artinya, bahwa ketaatan kepada pemimpin (qiyadah) merupakan ketaatan yang segaris dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika apa yang diperintahkan sejalan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita wajib mentaati qiyadah. Tetapi jika perintah itu bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka tidak wajib ditaati.

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

Tiada ketaatan untuk bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam hal makruf (HR. Muslim, dalam riwayat Bukhari "fii ma'shiyatihi")

Ketaatan hanya dalam hal yang makruf. Inilah yang membuat Umar bin Khattab membenarkan sikap pasukannya ketika menolak terjun dalam api yang diperintahkan komandannya. Tetapi ini pula yang harus membuat kita mentaati setiap keputusan jamaah dan qiyadah berkenaan dengan strategi dan kebijakan yang tidak menyalahi Al-Qur'an dan Sunnah, dan dalam hasil syuro telah disimpulkan sebagai ke-ma'ruf-an.

Taat dalam Dakwah (الطاعة فى الدعوة)

Dakwah yang memiliki mega proyek peradaban tentu sangat menghajatkan ketaatan dari setiap kader-kadernya. Mustahil tanpa ketaatan dakwah mampu mencapai tujuannya. Yang terjadi justru adalah munculnya kepentingan-kepentingan yang saling bersifat destruktif bagi dakwah.

Betapa banyak gerakan dakwah yang dulunya dikira akan menjadi besar tiba-tiba kemudian pecah dan menjadi berkeping-keping. Diantara sebab utamanya adalah ketidaktaatan para jundi kepada qiyadah. Sebabnya bisa dari dua arah. Jundi sudah tidak mau taat dan diatur, sementara qiyadahnya juga dianggap tidak pantas ditaati. Kita tidak sedang membicarakan keburukan jamaah tertentu tetapi kita mengambil ibrah dari mereka.

Fenomena Taat kepada Pemimpin (مظاهر طاعة الإمام)
Kalau kita klasifikasikan keputusan jamaah dan intruksi qiyadah, maka secara umum bisa kita golongkan menjadi dua. Pertama, berkenaan dengan hal-hal syar'i. Misalnya tentang pemahaman aqidah, ta'limat mengenai peningkatan kualitas ibadah, dan lain sebagainya. Pada aspek ini kita lebih mudah menilai apakah sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah atau tidak. Selama ini –alhamdulillah, biidznillah- tidak ada masalah dengan hal ini karena Allah menjaga jamaah kita untuk tetap berada di jalan-Nya.

Kedua, adalah keputusan atau kebijakan dan perintah terkait dengan strategi. Alternatif di sini bukan pilihan antara halal dan haram, tetapi antara maslahat dengan maslahat yang lebih besar, atau madharat dengan madharat yang lebih kecil. Di sinilah ketaatan kader banyak diuji dan di sinilah beberapa orang belum lulus dalam menghadapi ujian ini.

Termasuk dalam wilayah ini adalah bagaimana pendekatan dakwah kepada segmen tertentu, siapa yang diajukan sebagai wakil rakyat, siapa yang diajak bermusyarakah dan sebagainya. Itu bukan perkara halal dan haram. Insya Allah semua kebijakan dan keputusan yang diambil sudah melalui hasil syuro yang panjang dan telah didahului dengan analisa dari berbagai sisinya. Dengan demikian saat kebijakan dan keputusan itu disepakati, seharusnya tidak ada sikap lain kecuai sami'na wa atha'na.

Taat adalah Sikap Kita (الطاعة موقَفنٌا)
Ya Allah... jadikanlah kami para kader yang taat kepada-Mu, taat kepada Rasul-Mu, dan taat kepada qiyadah kami dalam semua perkara yang tidak bermaksiat kepada-Mu. Anugerahkanlah kebijaksanaan kepada para qiyadah kami serta bimbinglah mereka agar senantiasa di jalan-Mu dan tuntunlah mereka dalam setiap mengambil keputusan bagi dakwah di jalan-Mu ini.

Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syari’at-Mu.
Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan keindahan bertawakkal kepadaMu. Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu. Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu.

Wallaahu a'lam bish shawab.

Sumber (format lebih rapi disertai rasmul bayan):
http://muchlisin.blogspot.com/2009/12/keniscayaan-taat-dalam-harakah-islam.html

No comments:

Post a Comment